Aku berjalan pelan dengan ditemani pohon-pohon sakura
yang menggugurkan bunga-bunga indahnya. Ini adalah musim gugur kedua yang
kulalui tanpamu. Tanpa tanganmu menggenggam tanganku lagi. Kau bilang musim
gugur akan selalu terlihat indah. Ya, itu dulu. Ketika kita masih berjalan
bersama diantara pohon-pohon sakura yang gugur itu. Sekarang rasanya berbeda,
tanpamu musim gugur ini tidak seindah dulu lagi. Tanpamu, setiap helai bunga
yang jatuh hanya akan membuat hatiku semakin terasa perih. Sebanyak bunga yang
telah berguguran disini, mungkin sebanyak itulah air mata yang telah kujatuhkan
untukmu.
Ada banyak hal yang belum sepenuhnya terucapkan padamu.
Ada banyak kalimat yang tak tersampaikan padamu. Mengapa kita berakhir seburuk
ini? Aku tidak bermasalah dengan hubungan kita yang tidak memiliki status
ataupun kejelasan. Semuanya hanya mengalir apa adanya tanpa perlu diungkapkan.
Aku pun tidak ingin menuntut semua itu. Tapi, mengapa kamu pergi dengan cara
sesadis ini? Apa maksudnya genggaman dan pelukanmu selama ini? Aku memang tidak
pernah bisa menebak maksudmu. Dengan sikap misteriusmu itu mampu membungkam
mulutku. Aku hanya remaja berumur belasan tahun yang terlalu bodoh, mungkin,
bagimu. Mungkin aku saja yang terlalu banyak berharap padamu selama ini dan
membuatku buta akan status kita yang berdiri tanpa kejelasan.
Aku tidak punya hak untuk cemburu melihatmu bersamanya,
aku tidak punya hak untuk menangisimu karena memang kita tidak ada. Aku yang
telah salah mengartikan genggaman tanganmu, aku yang salah mengartikan
pelukanmu itu. Benar, kita tak ada. Karena memang dari dulu kita hidup dalam
ketidakjelasan. Kupikir kita memang tak pernah ada selama ini. Hanya aku yang
terlalu berlebihan menyikapi tingkah yang kau anggap biasa saja. Perasaan ini
ada, sama-sama merasa, hanya saja kita yang tidak ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar