Kamis, 26 Mei 2016

Roti Selai Cokelat

     Kulangkahkan kakiku melewati koridor kelas dengan membawa kotak makan berisi roti selai cokelat kesukaanmu. Aku tak sabar melihatmu melahap habis roti ini. Roti yang sesungguhnya menjadi pewakil perasaanku. Didepan pintu kelasmu, kulihat kamu sedang merogoh-rogoh isi tasmu.
“Hey! Lagi nyari apa?”sapaku dengan wajah riang seperti biasa. Kamu menoleh melihatku dengan mata sayumu itu. Lalu, senyummu mengembang lebar. Sangat manis.
“Kamu pasti belum sarapan? Nih, aku bawain roti selai cokelat kesukaanmu.”lanjutku lagi sambil menyerahkan kotak makan berisi roti selai coklat itu. Memang seperti ini yang biasa kita lakukan setiap pagi.
“Thanks.”jawabmu dan mulai memakan roti selai cokelat itu. Aku melihatmu diam-diam. Melihat caramu mengunyah roti itu, melihat caramu bercerita dengan mulut penuh, melihat tawamu yang selalu ingin kepertahankan, melihat matamu yang selalu ingin kuabadikan.
“Aku kekelas dulu. Aku bakal bawa rotinya lagi besok.”pamitku. Ya, kedekatan kita hanya sebagai teman sarapan dipagi hari. Tapi aku sungguh inginkan lebih.
     Kamu langsung menarik perhatianku saat pertemuan pertama kita. Aku sengaja datang lebih pagi agar bisa melihatmu memakan sarapan dariku. Terasa kehangatan setiap melihatmu. Aku merasa beruntung bisa sedekat ini. Percakapan ini hanya terjadi dipagi hari. Aku bingung manamai kedekatan ini. Kita tak punya hubungan ataupun kedekatan apapun.
***
     Pagi itu yang mengawali percakapan kita. Saat sedang upacara bendera, kita berdiri sejajar dengan jarak satu langkah yang memisahkan kelasku dan kelasmu. Kamu terlihat pucat dan sangat lemas. Tak sengaja kulontarkan kalimat basa-basi pertamaku.
“Kamu kenapa?”tanyaku yang merupakan awal percakapan kita. Kamu hanya menatapku dan menggeleng lemah.
“Belum sarapan, ya?”tebakku lagi.
“Biasanya juga seperti itu. Tapi kenapa baru sekarang perutku sakit?”
“Mungkin saja itu gejala magh. Lain kali harus sarapan, ya!”
“Aku selalu saja terlambat bangun dan jadi tidak sempat sarapan.”jawabmu sambil meringis. Itulah awal percakapan kita. Aku tidak menyangka akan jadi seperti ini.
     Esoknya aku datang lebih pagi dengan membawa kotak makan berisi roti selai cokelat. Aku menunggu didepan kelasmu hingga akhirnya kamu datang.
“Ini buat kamu. Roti selai cokelat. Karena kamu pasti belum sarapan kan? Aku tidak tega melihatmu meringis kesakitan lagi.”kuserahkan kotak makan yang berisi roti selai cokelat itu.
“Makasih. Mulai sekarang roti selai cokelat ini adalah favoritku.”ucapmu sambil tertawa dan menatapku.
***
     Kedekatan itu terus berlanjut setiap pagi harinya. Aku selalu membawakan roti selai cokelat untukmu setiap pagi dan diam-diam memperhatikanmu. Kemudian diam-diam mencintaimu. Tapi, perasaan itu tak pernah terungkap. Bahkan setiap harinya pun sama, aku berjalan menuju kelasmu dengan membawa roti selai cokelat.
     Kamu masih memakan roti selai cokelat ini tanpa terlihat jenuh. Meskipun memakan menu yang sama setiap pagi, kamu tak pernah bosan. Itu terlihat dari caramu melahap roti selai cokelat buatanku. Kamu bercerita tentang apapun yang bisa membuatku tertawa terbahak-bahak. Kita terlihat seperti teman yang sangat dekat. Beberapa bulan belakangan ini, cukup meyakinkan perasaanku untukmu. Mungkin ini terlalu bodoh, aku bisa mencintaimu hanya dengan memberikan roti setiap paginya.
     Masih dengan langkah yang sama, dengan raut wajah yang sama, dan perasaan yang sama, aku kembali melangkah menuju kelasmu pagi ini. Mempersiapkan diriku untuk tersenyum manis ketika melihatmu. Meskipun dengan perasaan yang tak pernah kau tau, aku masih berharap banyak pada roti ini yang mungkin bisa memberikan sedikit kebahagiaan pada hatiku. Meskipun setelahnya aku harus sabar menunggu setiap matahari terbit untuk melanjutkan percakapan kita yang sesaat saja. Yang hanya terjadi sebelum bel pertanda masuk kelas berbunyi.
     Aku masuk kekelasmu dengan senyum yang sudah kulengkungkan sejak tadi. Tapi, tak kulihat sosokmu didalam kelas ini. Aku berlari keluar untuk menunggumu, karena kupikir mungkin saja kamu dalam perjalanan kemari. Aku tak sabar melihatmu memakan roti selai cokelat ini lagi.
     Tetapi, bahkan hingga bel pertanda masuk kelas berbunyi, kamu masih tidak kulihat. mungkin kamu tidak hadir hari ini. Kubuka tempat makan yang berisi roti itu, lalu kulahap disepanjang jalan menuju kelasku.
     Aku masih terus menunggumu didepan kelasmu setiap pagi dengan membawa roti selai cokelat ini. Setelah berminggu-minggu aku muak menunggumu. Kamu pergi begitu saja meninggalkan aku dan roti selai cokelat ini. Aku menyesal karena masih menyimpan perasaan ini. Aku menyesal hanya mencintaimu diam-diam selama ini. Mungkin aku hanya orang yang sok peduli hingga akhirnya benar-benar peduli. Kamu meninggalkanku dengan ketidak jelasan. Harusnya aku tak terlalu mengharapkanmu, harusnya aku sadar bahwa aku hanya teman sarapanmu.

     Aku menyesal karena tidak mengetahui apapun tentangmu. Kau tau, sekarang hanya aku yang memakan roti ini. Sendirian. Aku masih membawa roti ini setiap pagi. Aku masih berharap kau datang dan melahap roti ini disertai canda tawa kita. Aku masih terus menunggumu. Jika aku bertemu lagi denganmu nanti, sungguh, aku akan mengatakan semuanya padamu. Mengharapkan semua percakapan singkat kita kembali terjadi. Aku merindukan senyumanmu, aku merindukan tatapanmu, aku rindu caramu melahap roti selai cokelat dariku, aku rindu percakapan kita, aku rindu caramu berterimakasih, aku rindu saat-saat aku menunggumu didepan kelas, aku rindu saat aku mengamatimu diam-diam ketika kamu melahap roti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar