Kulangkahkan kakiku
melewati koridor kelas dengan membawa kotak makan berisi roti selai cokelat
kesukaanmu. Aku tak sabar melihatmu melahap habis roti ini. Roti yang
sesungguhnya menjadi pewakil perasaanku. Didepan pintu kelasmu, kulihat kamu
sedang merogoh-rogoh isi tasmu.
“Hey! Lagi nyari apa?”sapaku dengan wajah riang seperti
biasa. Kamu menoleh melihatku dengan mata sayumu itu. Lalu, senyummu mengembang
lebar. Sangat manis.
“Kamu pasti belum sarapan? Nih, aku bawain roti selai
cokelat kesukaanmu.”lanjutku lagi sambil menyerahkan kotak makan berisi roti
selai coklat itu. Memang seperti ini yang biasa kita lakukan setiap pagi.
“Thanks.”jawabmu dan mulai memakan roti selai cokelat
itu. Aku melihatmu diam-diam. Melihat caramu mengunyah roti itu, melihat caramu
bercerita dengan mulut penuh, melihat tawamu yang selalu ingin kepertahankan,
melihat matamu yang selalu ingin kuabadikan.
“Aku kekelas dulu. Aku bakal bawa rotinya lagi besok.”pamitku.
Ya, kedekatan kita hanya sebagai teman sarapan dipagi hari. Tapi aku sungguh
inginkan lebih.
Kamu langsung
menarik perhatianku saat pertemuan pertama kita. Aku sengaja datang lebih pagi
agar bisa melihatmu memakan sarapan dariku. Terasa kehangatan setiap melihatmu.
Aku merasa beruntung bisa sedekat ini. Percakapan ini hanya terjadi dipagi
hari. Aku bingung manamai kedekatan ini. Kita tak punya hubungan ataupun
kedekatan apapun.
***
Pagi itu yang
mengawali percakapan kita. Saat sedang upacara bendera, kita berdiri sejajar
dengan jarak satu langkah yang memisahkan kelasku dan kelasmu. Kamu terlihat
pucat dan sangat lemas. Tak sengaja kulontarkan kalimat basa-basi pertamaku.
“Kamu kenapa?”tanyaku yang merupakan awal percakapan
kita. Kamu hanya menatapku dan menggeleng lemah.
“Belum sarapan, ya?”tebakku lagi.
“Biasanya juga seperti itu. Tapi kenapa baru sekarang
perutku sakit?”
“Mungkin saja itu gejala magh. Lain kali harus sarapan,
ya!”
“Aku selalu saja terlambat bangun dan jadi tidak sempat
sarapan.”jawabmu sambil meringis. Itulah awal percakapan kita. Aku tidak
menyangka akan jadi seperti ini.
Esoknya aku
datang lebih pagi dengan membawa kotak makan berisi roti selai cokelat. Aku
menunggu didepan kelasmu hingga akhirnya kamu datang.
“Ini buat kamu. Roti selai cokelat. Karena kamu pasti
belum sarapan kan? Aku tidak tega melihatmu meringis kesakitan lagi.”kuserahkan
kotak makan yang berisi roti selai cokelat itu.
“Makasih. Mulai sekarang roti selai cokelat ini adalah
favoritku.”ucapmu sambil tertawa dan menatapku.
***
Kedekatan itu
terus berlanjut setiap pagi harinya. Aku selalu membawakan roti selai cokelat
untukmu setiap pagi dan diam-diam memperhatikanmu. Kemudian diam-diam
mencintaimu. Tapi, perasaan itu tak pernah terungkap. Bahkan setiap harinya pun
sama, aku berjalan menuju kelasmu dengan membawa roti selai cokelat.
Kamu masih
memakan roti selai cokelat ini tanpa terlihat jenuh. Meskipun memakan menu yang
sama setiap pagi, kamu tak pernah bosan. Itu terlihat dari caramu melahap roti
selai cokelat buatanku. Kamu bercerita tentang apapun yang bisa membuatku
tertawa terbahak-bahak. Kita terlihat seperti teman yang sangat dekat. Beberapa
bulan belakangan ini, cukup meyakinkan perasaanku untukmu. Mungkin ini terlalu
bodoh, aku bisa mencintaimu hanya dengan memberikan roti setiap paginya.
Masih dengan
langkah yang sama, dengan raut wajah yang sama, dan perasaan yang sama, aku
kembali melangkah menuju kelasmu pagi ini. Mempersiapkan diriku untuk tersenyum
manis ketika melihatmu. Meskipun dengan perasaan yang tak pernah kau tau, aku
masih berharap banyak pada roti ini yang mungkin bisa memberikan sedikit
kebahagiaan pada hatiku. Meskipun setelahnya aku harus sabar menunggu setiap
matahari terbit untuk melanjutkan percakapan kita yang sesaat saja. Yang hanya
terjadi sebelum bel pertanda masuk kelas berbunyi.
Aku masuk
kekelasmu dengan senyum yang sudah kulengkungkan sejak tadi. Tapi, tak kulihat
sosokmu didalam kelas ini. Aku berlari keluar untuk menunggumu, karena kupikir
mungkin saja kamu dalam perjalanan kemari. Aku tak sabar melihatmu memakan roti
selai cokelat ini lagi.
Tetapi, bahkan
hingga bel pertanda masuk kelas berbunyi, kamu masih tidak kulihat. mungkin
kamu tidak hadir hari ini. Kubuka tempat makan yang berisi roti itu, lalu
kulahap disepanjang jalan menuju kelasku.
Aku masih
terus menunggumu didepan kelasmu setiap pagi dengan membawa roti selai cokelat
ini. Setelah berminggu-minggu aku muak menunggumu. Kamu pergi begitu saja
meninggalkan aku dan roti selai cokelat ini. Aku menyesal karena masih
menyimpan perasaan ini. Aku menyesal hanya mencintaimu diam-diam selama ini.
Mungkin aku hanya orang yang sok peduli hingga akhirnya benar-benar peduli.
Kamu meninggalkanku dengan ketidak jelasan. Harusnya aku tak terlalu
mengharapkanmu, harusnya aku sadar bahwa aku hanya teman sarapanmu.
Aku menyesal
karena tidak mengetahui apapun tentangmu. Kau tau, sekarang hanya aku yang
memakan roti ini. Sendirian. Aku masih membawa roti ini setiap pagi. Aku masih
berharap kau datang dan melahap roti ini disertai canda tawa kita. Aku masih
terus menunggumu. Jika aku bertemu lagi denganmu nanti, sungguh, aku akan
mengatakan semuanya padamu. Mengharapkan semua percakapan singkat kita kembali
terjadi. Aku merindukan senyumanmu, aku merindukan tatapanmu, aku rindu caramu
melahap roti selai cokelat dariku, aku rindu percakapan kita, aku rindu caramu
berterimakasih, aku rindu saat-saat aku menunggumu didepan kelas, aku rindu
saat aku mengamatimu diam-diam ketika kamu melahap roti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar